Hubungan antara IQ, EQ, Grit, Interpersonal Skill, dan Job Satisfication
EQ ( Emotional Quotient )
Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri
sendiri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri
terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi.
Mayer dan Solovey (Goleman, 1999; Davies, Stankov,
dan Roberts, 1998) mengungkapkan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk
memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, dan menggunakan
perasaan-perasaan itu untuk memadu pikiran dan tindakan.
Aspek EQ
-Kemampuan kesadaran diri.
-Kemampuan mengelola emosi.
-Kemampuan memotivasi diri.
-Kemampuan mengendalikan emosi orang lain.
-Kemampuan berhubungan dengan orang lain ( empati )
Perilaku Cerdas Emosi
-Menghargai emosi negatif orang lain.
-Sabar menghadapi emosi negatif orang lain.
-Sadar dan menghargai emosi diri sendiri.
-Peka terhadap emosi orang lain.
-Tidak bingung menghadapi emosi orang lain.
-Tidak menganggap lucu emosi orang lain.
Sifat EQ Tinggi
-Berempati.
-Mengungkapkan dan memahami perasaan.
-Mengendalikan amarah.
-Kemampuan menyesuaikan diri.
-Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi.
-Hormat, ramah, setia, dan tekun.
IQ (Intelegence Quotient )
IQ merupakan kepanjangan dari Intelegence Quotient
yang artinya ukuran kemampuan intelektuas, analisis, logika, dan rasio
seseorang. IQ adalah istilah kecerdasan manusia dalam kemampuan untuk menalar,
perencanaan sesuatu, kemampuan memecahkan masalah, belajar, memahaman gagasan,
berfikir, penggunaan bahasa dan lainnya.
Ciri Ciri Perilaku Intellegence
-Masalah yang dihadapi merupakan masalah baru bagi
yang bersangkutan.
-Serasi tujuan dan ekonomis / efesien.
-Masalah mengandung tingkat kesulitan.
-Keterangan
pemecagannya dapat diterima
-Sering menggunakan abstraksi.
-Bercirikan kesempatan.
-Memerlukan pemusatan perhatian.
Psikologi Kapital
Menurut Luthans (2007:3) Psychological Capital
adalah kondisi perkembangan positif seseorang dan dikarakteristikan oleh:
(1) memiliki kepercayaan
diri (self efficay) untuk menghadapi tugas-tugas yang menantang dan memberikan
usaha yang cukup untuk sukses dalam tugas-tugas
tersebut;
tersebut;
(2) membuat atribusi yang positif (optimism) tentang
kesuksesan di masa kini dan masa depan;
(3) tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuan dan
bila perlu mengalihkan jalan untuk mencapai tujuan (hope); dan
(4) ketika dihadapkan pada permasalahan dan halangan
dapat bertahan dan kembali (resiliency), bahkan lebih, untuk mencapai kesuksesan.
Psychological Capital memiliki 4 dimensi yaitu:
1. Self-efficacy
2. Hope
3. Optimism
4. Resiliency
Menurut Osigweh (1989), psycological capital adalah
suatu
pendekatan yang dicirikan pada dimensi-dimensi yang
bisa
mengoptimalkan potensi yang dimiliki individu
sehingga bisa membantu kinerja
organisasi. Dimensi-dimensi tersebut adalah self-efficacy, hope, optimism, dan
resiliency.
Grit
Grit merupakan karakter kepribadian yang ditunjukan
melalui perilaku untuk mempertahankan ketekunan dan semangat dalam mencapai
tujuan jangka panjang yang diharapkan (Duckworth, 2007). Setiap individu
memiliki derajat grit yang berbeda beda, hal ini disebabkan grit merupakan
bagian dari sifat kepribadian individu yang menentukan bagaimana individu
berinteraksi dalam lingkungan yang beragam (Duckworth & Quinn, 2009).
Individu dengan derajat grit yang tinggi dapat berhasil dalam mencapai
tujuan-tujuan hidupnya sehingga mampu untuk meraih sukses. Grit memiliki dua
aspek pendukung utama yaitu:
1.
Perseverance of efforts, yang diartikan sebagai upaya sungguh seseorang
dalam berusaha untuk mencapai tujuan serta kemampuan bertahan dalam durasi
waktu tertentu seorang individu dapat mempertahankan usahanya. Ketekunan dalam
berusaha ditunjukkan melalui perilaku individu yang giat dalam bekerja keras,
bertahan dalam menghadapi tantangan dan mampu berpegang teguh dengan
pilihannya.
2.
Consistency of interest, adalah seberapa konsisten usaha seorang
individu untuk menuju suatu tujuan. Berfokus pada minat dalam jangka waktu yang
berlangsung lama. Hal ini berarti seorang individu memilih hal-hal yang penting
di dalam hidupnya yaitu tujuan yang ingin dicapai serta tetap konsisten
terhadap tujuan itu dalam jangka waktu yang panjang.
Interpersonal skill
Menurut Spitzberg & Cupach (dalam Muhamad)
Lukman 2000:10) : “kemampuan seorang individu untuk melakukan komunikasi yang
efektif”. Kemampuan ini ditandai oleh
adanya karakteristik-karakteristik psikologis tertentu yang sangat mendukung
dalam menciptakan dan membina hubungan antar pribadi yang baik dan memuaskan.
Job satisfication
Robbins and Judge (2009) mendefinisikan kepuasan
kerja sebagai perasaan positive tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi karakter-karakter
pekerjaan tersebut. Senada dengan itu, Noe, et. all (2006) mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai perasaan yang
menyenangkan sebagai hasil dari persepsi
bahwa pekerjaannya memenuhi
nilai-nilai pekerjaan yang penting. Selanjutnya Kinicki and Kreitner (2005)
mendefinisikan kepuasan kerja sebagai respon sikap atau emosi terhadap berbagai
segi pekerjaan seseorang. Definisi ini
memberi arti bahwa kepuasan kerja bukan suatu konsep tunggal. Lebih dari itu seseorang
dapat secara relative dipuaskan dengan
satu aspek pekerjaannya dan dibuat tidak puas dengan satu atau berbagai aspek. Dalam pandangan yang hampir
sama, Nelson and Quick (2006) menyatakan
bahwa kepuasan kerja adalah suatu kondisi emosional yang positif dan
menyenangkan sebagai hasil dari penilaian pekerjan atau pengalaman pekerjaan
seseorang.
Paul G. Stoltz. (2000). Adversity Quotient
Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta: Grasindo.
http://global.liputan6.com/read/2965640/psikolog-iq-hanya-mitos-ini-yang-menentukan-kesuksesan-anda
http://belajarpsikologi.com/pengertian-kecerdasan-emosional-eq/
https://4312m2n.wordpress.com/2009/05/19/iq-eq-dan-sq/
0 komentar:
Posting Komentar