Psikologi Indonesia dan Timur
Dosen
: Seta A. Wicaksana, M.Psi.
Psikologi
di Indonesia
1. M.
Nasroen (1907- 1968)
M.
Nasroen adalah orang yang mempelopori filsafat di Indonesia. Ia juga sempat
menjabat sebagai Guru Besar Filsafat di Universitas Indonesia. Ia berkata bahwa
filsafat Indonesia tidak memihak barat maupun timur, filsafat Indonesia itu
khas dibandingkan dengan filsafat barat maupun timur. Dalam buku yang berjudul
‘Falsafah Indonesia’ ia berkata bahwa dalam filsafat Indonesia terdapat
pantun-pantun, mupakat, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, gotong-royong, dan
kekeluargaan. Selain itu, dalam bukunya yang berjudul ‘Dasar Falsafah Adat
Minangkabau’ ia juga membahas tentang feminisme.
2. Soenoto
(1929)
Ia
menerbitkan buku seperti ‘Selayang Pandang tentang Filsafat Indonesia’,
‘Pemikiran tentang Kefilsafatan Indonesia’, ‘Menuju Filsafat Indonesai:
Negara-Negara di Jawa sebelum Proklamasi Kemerdekaan’. Karya-karyanya tersebut
adalah penyempurnaan dari M. Nasroen tentang filsafat jawa tetapi diakui masih
mempunyai beberapa kekurangan.
3. R.
Parmono (1952)
Sama
seperti Soenoto yang menyempurnakan karya M. Nasroen, ia juga menyempurnakan
dan mengembangkan filsafat tradisi yang sebelumnya hanya jawa dilebarkan
menjadi filsafat Batak, Minang, dan Bugis.
4. Jakobus
Sumardjo (1939)
Ia
memulai menulis tentang filsafat dimuat pada harian Kompas, Pikiran Rakyat,
Suara Karya, Suara pembaruan. Jakobus Sumardjo juga bekerja sebagai dosen di
fakultas seni ITB. Definisi filsafat menurutnya dan pendahulunya adalah “...
pola pikir dasar yang menstruktur seluruh bangunan karya budaya...” tentang
seuatu kelompok etnik. Jika filsafat etnik jawa, artinya “... filsafat (yang)
terbaca dalam cara masyarakat Jawa menyusun gamelannya, menyusun tari-tariannya,
menyusun mitos-mitosnya, cara memilih pemimpin-pemimpinnya, dari bentuk rumah
Jawanya, dari buku-buku sejarah dan
sastra yang ditulisnya....” (Mencari Sukma Indonesia: 116).
A.
Filsafat
india
Sejarah Filsafat India menurut Dr. S Radhakrishnan
dibatasi mulai dari 2000 SM sampai 1000 SM yang dapat dibagi menjadi 4 periode
:
- Zaman
Veda ( 1500 SM sampai dengan 600 SM ).
Kedatangan bangsa Arya ke India membawa peradaban
baru dimana sebelumnya telah berkembang peradapan Drawida, penduduk asli
India. Peradaban Arya memiliki benih-benih pemikiran filsafat didalamnya
dalam bentuk pujian-pujian dan nyanyian-nyanyian keagamaan dan dalam
perkembanagan selanjutnya mulai ter dapat dalam Kitab Brahmana dan Kitab
Upanisad.(S. Radhakrishnan, Vol.I: 1927: 57)
- Zaman
Epos ( 600 SM sampai dengan 200 M ).
Mulai ada sistim-sistim filsafat (darsana) dan juga
Kitab Ramayana dan Mahabarata yang mengandung kepahlawanan dan hubungan antara
Tuhan dengan manusia serta sistim-sistim agama Buddha, Jaina, Siwa dan Wisnu.
(S. Radhakrishnan, Vol.I: 1927: 57).
- Zaman
Sutra ( mulai 200 M ).
Mulai berkembang pemikiran kritis rasional dalam
filsafat India , dimana Sutra-sutra itu mulai dikomentari oleh berbagai
komentator-komentator dengan pandangan yang beragam. Muncul sistim-sistim
filsafat seperti Samkya, Yoga, Mimamsa, Vedanta, Waisesika, dan Nyaya. (S.
Radhakrishnan, Vol.I: 1927: 58)
- Zaman
Scholastik ( mulai 200 M ).
Munculnya pemikiran Scholastik bersamaan dengan
Zaman Sutra-sutra dimana para filsuf membuat sendiri pemikirannya yang satu
sama lainnya merupakan sistim-sistim yang mengandung teori yang berbelit-belit
secara sendiri-sendiri diantaranya adalah Sankara, Ramanuja Madhwa satu
semuanya saling mengoreksi dan mengkritik. Ajaran-ajaran lama
diinterprestasikan dan dikembangkan secara baru. (S. Radhakrishnan, Vol.I:
1927: 59)
B. Filsafat
Tiongkok
Filsafat Tiongkok di latarbelakangi oleh aspek geografis, ekonomi, sikap
terhadap alam, sistem kekerabatan dan lainnya. Dalam tradisi Tiongkok, jenis
pekerjaan ditentukan oleh pendidikan atau menuntut ilmu dan mengolah tanah.
Jaman Klasik (600-200 S.M.)
Menurut tradisi, periode ini ditandai oleh seratus
sekolah filsafat: seratus aliran yang semuanya mempunyai ajaran yang berbeda.
Namun, kelihatan juga sejumlah konsep yang dipentingkan secara umum, misalnya
“tao” (“jalan”), “te” (“keutamaan” atau “seni hidup”), “yen”
(“perikemanusiaan”), “i” (“keadilan”), “t’ien” (“surga”) dan “yin- yang”
(harmoni kedua prinsip induk, prinsip aktif-laki-laki dan prinsip
pasif-perempuan). Sekolah-sekolah terpenting dalam jaman klasik adalah:
- Konfusianisme . Konfusius (bentuk Latin
dari nama Kong-Fu-Tse, “guru dari suku Kung”) hidup antara 551 dan 497
S.M. Ia mengajar bahwa Tao (“jalan” sebagai prinsip utama dari kenyataan)
adalah “jalan manusia”. Artinya: manusia sendirilah yang dapat menjadikan
Tao luhur dan mulia, kalau ia hidup dengan baik. Keutamaan merupakan jalan
yang dibutuhkan. Kebaikan hidup dapat dicapai melalui perikemanusiaan
(“yen”), yang merupakan model untuk semua orang. Secara hakiki semua orang
sama walaupun tindakan mereka berbeda.. Dalam bahasa Mandarin aliran ini
disebut 儒家 Rujia. Rujia memang sering
diartikan sebagai filsafat Khonghucu. Sebenarnya Rujia berarti filsafat
cendikiawan, 儒 Ru sendiri berarti cendikiawan
atau sarjana.
- Taoisme. Taoisme diajarkan oleh Lao
Tse (“guru tua”) yang hidup sekitar 550 S.M. Lao Tse melawan Konfusius.
Menurut Lao Tse, bukan “jalan manusia” melainkan “jalan alam”-lah yang
merupakan Tao. Tao menurut Lao Tse adalah prinsip kenyataan objektif,
substansi abadi yang bersifat tunggal, mutlak dan tak-ternamai. Ajaran Lao
Tse lebih-lebih metafisika, sedangkan ajaran Konfusius lebih-lebih etika.
Puncak metafisika Taoisme adalah kesadaran bahwa kita tidak tahu apa-apa
tentang Tao. Kesadaran ini juga dipentingkan di India (ajaran “neti”,
“na-itu”: “tidak begitu”) dan dalam filsafat Barat (di mana kesadaran ini
disebut “docta ignorantia”, “ketidaktahuan yang berilmu”).Taoisme di sini
adalah 道家 Daojia (=filsafat Jalan/Tao).
Mula-mula oleh Sima Tan aliran ini disebut 道德家 Daodejia (filsafat jalan dan kebajikan),
belakangan disebut Daojia. Harap dibedakan pengertiannya dengan 道教 Daojiao (agama Tao). Umumnya
keduanya sama2 ditulis dalam bahasa Inggris sebagai Taoism. Daojia juga
harus dibedakan dengan 道學
Daoxue, yang merupakan aliran kebangkitan Rujia baru yang muncul ketika
Dinasti Song. Oleh orang Barat Daoxue disebut Neo-Confucianism.
- Yin-Yang. “Yin” dan “Yang” adalah dua
prinsip induk dari seluruh kenyataan. Yin itu bersifat pasif, prinsip
ketenangan, surga, bulan, air dan perempuan, simbol untuk kematian dan
untuk yang dingin. Yang itu prinsip aktif, prinsip gerak, bumi, matahari,
api, dan laki-laki, simbol untuk hidup dan untuk yang panas. Segala
sesuatu dalam kenyataan kita merupakan sintesis harmonis dari derajat Yin
tertentudan derajat Yang tertentu.
- Moisme . Aliran Moisme didirikan
oleh Mo Tse, antara 500-400 S.M. Mo Tse mengajarkan bahwa yang terpenting
adalah “cinta universal”, kemakmuran untuk semua orang, dan perjuangan
bersama-sama untuk memusnahkan kejahatan. Filsafat Moisme sangat
pragmatis, langsung terarah kepada yang berguna. Segala sesuatu yang tidak
berguna dianggap jahat. Bahwa perang itu jahat serta menghambat kemakmuran
umum tidak sukar untuk dimengerti. Tetapi Mo Tse juga melawan musik
sebagai sesuatu yang tidak berguna, maka jelek.
- Ming Chia. Ming Chia atau “sekolah
nama-nama”, menyibukkan diri dengan analisis istilah-istilah dan
perkataan-perkataan. Ming Chia, yang juga disebut “sekolah dialektik”,
dapat dibandingkan dengan aliran sofisme dalam filsafat Yunani. Ajaran
mereka penting sebagai analisis dan kritik yang mempertajam perhatian
untuk pemakaian bahasa yang tepat, dan yang memperkembangkan logika dan
tatabahasa. Selain itu dalam Ming Chia juga terdapat khayalan tentang
hal-hal seperti “eksistensi”, “relativitas”, “kausalitas”, “ruang” dan
“waktu”.
- Fa Chia. Fa Chia atau “sekolah hukum”,
cukup berbeda dari semua aliran klasik lain. Sekolah hukum tidak berpikir
tentang manusia, surga atau dunia, melainkan tentang soal-soal praktis dan
politik. Fa Chia mengajarkan bahwa kekuasaan politik tidak harus mulai
dari contoh baik yang diberikan oleh kaisar atau pembesar-pembesar lain,
melainkan dari suatu sistem undang-undang yang keras sekali
http://artiagatha03.blogspot.co.id/2015/03/tokoh-filsafat-di-indonesia.html
http://hindualukta.blogspot.co.id/2015/04/sejarah-filsafat-india-makalah.html
https://iccsg.wordpress.com/2006/09/04/rangkuman-filsafat-cina/
Psikologi Indonesia dan Timur
Dosen
: Seta A. Wicaksana, M.Psi.
Psikologi
di Indonesia
1. M.
Nasroen (1907- 1968)
M.
Nasroen adalah orang yang mempelopori filsafat di Indonesia. Ia juga sempat
menjabat sebagai Guru Besar Filsafat di Universitas Indonesia. Ia berkata bahwa
filsafat Indonesia tidak memihak barat maupun timur, filsafat Indonesia itu
khas dibandingkan dengan filsafat barat maupun timur. Dalam buku yang berjudul
‘Falsafah Indonesia’ ia berkata bahwa dalam filsafat Indonesia terdapat
pantun-pantun, mupakat, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, gotong-royong, dan
kekeluargaan. Selain itu, dalam bukunya yang berjudul ‘Dasar Falsafah Adat
Minangkabau’ ia juga membahas tentang feminisme.
2. Soenoto
(1929)
Ia
menerbitkan buku seperti ‘Selayang Pandang tentang Filsafat Indonesia’,
‘Pemikiran tentang Kefilsafatan Indonesia’, ‘Menuju Filsafat Indonesai:
Negara-Negara di Jawa sebelum Proklamasi Kemerdekaan’. Karya-karyanya tersebut
adalah penyempurnaan dari M. Nasroen tentang filsafat jawa tetapi diakui masih
mempunyai beberapa kekurangan.
3. R.
Parmono (1952)
Sama
seperti Soenoto yang menyempurnakan karya M. Nasroen, ia juga menyempurnakan
dan mengembangkan filsafat tradisi yang sebelumnya hanya jawa dilebarkan
menjadi filsafat Batak, Minang, dan Bugis.
4. Jakobus
Sumardjo (1939)
Ia
memulai menulis tentang filsafat dimuat pada harian Kompas, Pikiran Rakyat,
Suara Karya, Suara pembaruan. Jakobus Sumardjo juga bekerja sebagai dosen di
fakultas seni ITB. Definisi filsafat menurutnya dan pendahulunya adalah “...
pola pikir dasar yang menstruktur seluruh bangunan karya budaya...” tentang
seuatu kelompok etnik. Jika filsafat etnik jawa, artinya “... filsafat (yang)
terbaca dalam cara masyarakat Jawa menyusun gamelannya, menyusun tari-tariannya,
menyusun mitos-mitosnya, cara memilih pemimpin-pemimpinnya, dari bentuk rumah
Jawanya, dari buku-buku sejarah dan
sastra yang ditulisnya....” (Mencari Sukma Indonesia: 116).
A.
Filsafat
india
http://artiagatha03.blogspot.co.id/2015/03/tokoh-filsafat-di-indonesia.html
http://hindualukta.blogspot.co.id/2015/04/sejarah-filsafat-india-makalah.html
https://iccsg.wordpress.com/2006/09/04/rangkuman-filsafat-cina/
0 komentar:
Posting Komentar